BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sudah 48 tahun usia Undang-undang Pokok
Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960. Namun selama kurun waktu itu pula persoalan
sengketa tanah mengenai hak Milik tak pernah reda. Masalah tanah bagi manusia
tidak ada habis-habisnya karena mempunyai arti yang amat penting dalam
penghidupan dan hidup manusia sebab tanah bukan saja sebagai tempat berdiam
juga tempat bertani, lalu lintas, perjanjian dan pada akhirnya tempat manusia
berkubur.
Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya Undang-Undang
Pokok Agraria berlaku bersamaan dua perangkat hukum tanah di Indonesia
(dualisme). Satu bersumber pada hukum adat disebut hukum tanah adat dan yang
lain bersumber pada hukum barat disebut hukum tanah Barat. Dengan berlakunya
hukum agraria yang bersifat nasional (UU No. 5 Tahun 1960) maka terhadap
tanah-tanah dengan hak barat maupun tanah-tanah dengan hak adat harus dicarikan
padanannya di dalam UUPA. Untuk dapat masuk ke dalam sisem dari UUPA
diselesaikan dengan melalui lembaga konversi.
Konversi adalah pengaturan dari hak-hak
tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk masuk sistem dalam dari UUPA (A.P.
Parlindungan, 1990 : 1).
Secara akademis dapat dikemukakan bahwa
penyebab terjadinya konflik di bidang pertanahan antara lain adalah keterbatasan
ketersediaan tanah, ketimpangan dalam struktur penguasaan tanah, ketiadaan
persepsi yang sama antara sesama pengelola negara mengenai makna penguasaan
tanah oleh negara, inkonsistensi, dan ketidaksinkronisasian. Ini baik secara
vertikal maupun secara horizontal peraturan perundang-undangan yang ada
kaitannya dengan tanah, praktek-praktek manipulasi dalam perolehan tanah pada
masa lalu dan di era reformasi muncul kembali gugatan, dualisme kewenangan
(pusat-daerah) tentang urusan pertanahan serta ketidakjelasan mengenai
kedudukan hak ulayat dan masyarakat hukum adat dalam sistem perundang-undangan
agraria.
Di satu pihak masyarakat masih tetap
menggunakan hukum adat sebagai sandaran peraturan pertanahan dan diakui oleh
komunitasnya, akan tetapi di lain pihak, hukum agraria nasional belum
sepenuhnya mengakui validitas hukum adat tersebut.
2. Rumusan Masalah
Bertolak dari kerangka dasar berfikir sebagaimana diuraikan pada bagian
latar belakang, maka permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
a.
Bagaimanakah pengaturan hak milik atas tanah dan pendaftaran tanah ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengaturan Hak Milik Atas Tanah
Adapun hak-hak atas tanah tersebut menurut
Pasal 16 ayat (1) UUPA terdiri dari :
a. Hak Milik.
b. Hak Guna Usaha.
c. Hak Guna Bangunan.
d. Hak Pakai.
e. Hak Sewa.
f. Hak Membuka Tanah.
g. Hak Memungut Hasil Hutan.
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam
hak-hak yang tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak
yang sifatnya sementara.
Hak atas tanah meliputi semua hak yang
diperoleh langsung dari negara disebut hak primer dan semua hak yang berasal
dari pemegang hak atas tanah lain berdasarkan pada perjanjian bersama, disebut
hak sekunder. Kedua hak tersebut pada umumnya mempunyai persamaan, di mana
pemegangnya berhak untuk menggunakan tanah yang dikuasainya untuk dirinya
sendiri atau untuk mendapat keuntungan dari orang lain mdalui perjanjian dimana
satu pihak memberikan hak-hak sekunder pada pihak lain.
Hak atas tanah yang diperoleh dari negara
terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak
Pengelolaan. Tiap-tiap hak mempunyai karakteristik tersendiri dnn semua harus
didaftarkan menurut ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Pasal 20 UUPA
hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai
orang atas tanah. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain.
Salah satu kekhususan dari Hak Milik ini
tidak dibatasi oleh waktu dan diberikan untuk waktu yang tidak terbatas lamanya
yaitu selama hak milik ini masih diakui dalam rangka beriakunya UUPA, kecualiakan ketentuan Pasal 27 UUPA. Pasal
27 UUPA menjelaskan bahwa Hak Milik itu hapus apabila:
a. Tanahnya jatuh kepada negara :
1). Karena
pencabutan hak berdasarkan Pasal 18
2). Karena
penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
3). Karena
diterlantarkan
4). Karena
ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2)
b. Tanahnya musnah.
Pada asasnya badan hukum tidak mungkin
mempunyai tanah dengan hak milik kecuali ditentukan secara khusus oleh
Undang-undang atau peraturan lainnya, seperti yang telah ditentukan oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1973 yaitu:
a.
Bank-bank
yang didirikan oleh negara.
b.
Perkumpulan-perkumpulan
Koperasi pertanian yang
didirikan berdasarkan undang-undang Nomor 79 Tahun 1958.
c.
Badan-badan
keagamaan yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah mendengar
menteri agama.
d.
Badan-badan
sosial yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah mendengar menteri
sosial.
Penjelasan umum UUPA
menerangkan bahwa dilarangnya badan hukum mempunyai hak milik, karena memangnya
badan hukum tidak periu mempimyai hak milik tetapi cukup bagi
keperluan-keperluan yang khusus yaitu hak-hak lain selain hak milik.
3. Pendaftaran Tanah
a.
Pengertian
Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan
administrasi yang dilakukan pemilik terhadap hak atas tanah, baik dalam
pemindahan hak ataupun pemberian dan pengakuan hak baru, kegiatan pendaftaran
tersebut memberikan suatu kejelasan
status terhadap tanah. Dalam Pasal 1 PP
No. 24 tahun 1997 disebutkan pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur,
meliputi pengumpulan pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan
data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat
tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik
atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Pendaftaran tanah dapat dilakukan melalui
pendaftaran tanah secara sistematis dan sporadis yaitu kegiatan pendaftaran
tanah yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua bidang tanah di suatu
wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan, baik tanah dipunyai dengan
suatu hak atas tanah maupun tanah negara. Yang dimaksud dengan suatu hak adalah
hak atas tanah menurut hukum adat dan hak atas tanah menurut UUPA.
b.
Landasan
Hukum Pendaftaran Tanah
Dengan keluarnya Undang-Undang Pokok
Agraria, maka dualisme hak-hak atas tanah dihapuskan, dalam memori penjelasan
dari UUPA dinyatakan bahwa untuk pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud Pasal
19 UUPA, yang ditujukan kepada pemerintah agar melaksanakan pendaftaran tanah
di seluruh wilayah Indonesia yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum yang
bersifat Recht Kadaster, untuk menuju kearah pemberian kepastian hak atas tanah
telah diatur di dalam Pasal 19 UUPA yang menyebutkan :
1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh
pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah
2). Pendaftaran tersebut dalam ayat 1
pasal ini meliputi :
a)
Pengukuran,
perpetaan dan pembukuan tanah.
b)
Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan
hak-hak tersebut.
c)
Pemberian
surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
d)
Pendaftaran
tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan
lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya menurut
pertimbangan Menteri Agraria.
e)
Dalam
Peraturan Pemerintah diatas biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran
termasuk dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu
dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
Kalau di atas ditujukan kepada pemerintah,
sebaliknya pendaftaran yang dimaksud Pasal 23, Pasal 32 dan Pasal 38 UUPA ditujukan
kepada para pemegang hak, agar menjadikan kepastian hukum bagi mereka dalam
arti untuk kepentingan hukum bagi mereka sendiri, di dalam Pasal tersebut
dijelaskan :
Pasal 23 UUPA :
Ayat 1 : Hak milik, demikian pula setiap
peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan
menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 2
merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya
peralihan dan pembebanan hak tersebut.
Pasal 32 UUPA :
Ayat 1 : Hak guna usaha, termasuk
syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak
tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 1
merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna
usaha, kecuali dalam hak-hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
Pasal 38 UUPA :
Ayat 1 : Hak guna bangunan, termasuk
syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya dak
tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termaksud dalam ayat
1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta
sahnya peralihan tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka
waktunya berakhirnya.
Dari ketentuan pasal-pasal di atas
dapatlah disimpulkan bahwa pendaftaran yang dilakukan oleh pemegang hak milik,
hak guna usaha, hak guna bangunan adalah merupakan alat pembuktian yang kuat
serta untuk sahnya setiap peralihan, pembebanan dan hapusnya hak-hak tersebut.
4.
Tujuan Pendaftaran Tanah
Usaha yang menuju kearah kepastian hukum
atas tanah tercantum dalam ketentuan-ketentuan dari pasal-pasal yang mengatur
tentang pendaftaran tanah, dalam pasal 19 UUPA disebutkan untuk menjamin
kepastian hukum dari hak-hak atas tanah, UUPA mengharuskan pemerintah untuk
mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia yang bersifat
‘Rech Kadaster” artinya yang bertujuan menjamin kepastian hukum, dengan di
selenggarakannya pendaftaran tanah, maka pihak-pihak yang bersangkutan dengan
mudah dapat mengetahui status hukum daripada tanah tertentu yang dihadapinya,
letak, luas dan batas-batasnya, siapa yang empunya dan beban-beban apa yang
melekat di atas tanah tersebut.
Menurut para ahli disebutkan tujuan
pendaftaran ialah untuk kepastian hak seseorang, disamping untuk pengelakkan
suatu sengketa perbatasan dan juga untuk penetapan suatu perpajakan. (A.P.
Parlindungan; 1990 : 6).
a. Kepastian hak seseorang
Maksudnya dengan suatu
pendaftaran, maka hak seseorang itu menjadi jelas misalnya apakah hak milik,
hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak- hak lainnya.
b. Pengelakkan suatu sengketa perbatasan
Apabila sebidang tanah yang
dipunyai oleh seseorang sudah didaftar, maka dapat dihindari terjadinya
sengketa tentang perbatasannya, karena dengan didaftarnya tanah tersebut, maka
telah diketaui berapa luasnya serta batas – batasnya.
c. Penetapan suatu perpajakan
Dengan diketahuinya berapa luas sebidang
tanah, maka berdasarkan hal tersebut dapat ditetapkan besar pajak yang harus
dibayar oleh seseorang. Dalam lingkup yang lebih luas dapat dikatakan
pendaftaran itu selain memberi informasi mengenai suatu bidang tanah, baik
penggunaannya, pemanfaatannya, maupun informasi mengenai untuk apa tanah itu
sebaiknya dipergunakan, demikian pula informasi mengenai kemampuan apa yang
terkandung di dalamnya dan demikian pula informasi mengenai bangunannya
sendiri, harga bangunan dan tanahnya, dan pajak yang ditetapkan.
Untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti
tersebut di atas, maka untuk itu UUPA melalui pasal-pasal pendaftaran tanah
menyatakan bahwa pendaftaran itu diwajibkan bagi pemegang hak yang bersangkutan
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 dijelaskan bahwa tujuan dari pendaftaran tanah tersebut
adalah sebagai berikut::
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan
perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah suatu bidang tanah, satuan
rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan
dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada
pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat
memperoleh data yang diperlukan dalam mcngadakan perbuatan hukum mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi
pertanahan.
Di dalam kenyataannya tingkatan-tingkatan dari . pendaftaran tanah tersebut terdiri dari:
a. Pengukuran Desa demi Desa sebagai suatu
himpunan yang terkecil.
b. Dari peta Desa demi Desa itu akan
memperlihatkan bermacam-macam hak atas tanah baik Hak Milik, Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan maupun tanah-tanah yang masih
dikuasai oleh negara.
c. Dari peta-peta tersebut akan dapat juga diketahui nomor
pendaftaran, nomor buku tanah, nomor surat ukur, nomor pajak, tanda batas dan
juga bangunan yang ada di dalamnya.
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Hak Milik adalah hak terkuat dan terpenuh, tetapi di atas itu ada hak pemerintah untuk
mempergunakan tanah demi kepentingan umum dan pemilik hak milik di berikann
ganti rugi.
Pendaftaran hak atas tanah adat
menurut ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 adalah sebelum didaftarkan harus
dikonversi terlebih dahulu. Terhadap hak atas tanah adat yang memiliki
bukti-bukti tertulis atau tidak tertulis dimana pelaksanaan konversi dilakukan oleh
Panitia Pendaftaran ajudikasi yang bertindak atas nama Kepala Kantor Pertanahan
Nasional, prosesnya dilakukan dengan penegasan hak sedangkan terhadap hak atas
tanah adat yang tidak mempunyai bukti dilakukandengan proses pengakuan hak.
2. Saran
Seyogyanya strategi pembangunan hukum
agraria nasional dapat menampung aspirasi masyarakat hukum adat. Antara lain :
1. Agar pemasyarakat UUPA terus dilakukan
sehingga masyarakat mengetahui secara baik tentang peraturan pertanahan. Bahkan
UUPA yang sekarang sepertinya sudah sangat ketinggalan zaman juga perlu
diadakan penyesuaian.
2. Perlu penyuluhan hukum yang sifatnya
terpadu yang dilakukan pihak Badan Pertanahan Nasional secara mandiri sehingga
masyarakat akan mengerti pentingnya sertifikat Tanah Hak Milik, sehingga perlu
dilakukan pendaftaran Tanah.
3. Dengan berlakunya PP No. 24
Tahun 1997 hendaknya pendaftaran tanah diIndonesia bukan diutamakan di daerah
perkotaan tetapi pendaftaran hendaknya dilakukan di desa terutama desa tingkat
ekonomi lemah, apalagi masyarakat di pedesaan kurang begitu mengerti bagaimana
pendaftaran tanah dan pentingnya pendaftaran tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar